Romusha didirikan oleh Jepang di indonesia dari tahun
1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943
pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha.Jumlah orang-orang
yang menjadi romusha tidak diketahui pasti - perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta.
Dalam sidangnya yang pertama, Chuo Sangi In mengusulkan beberapa syarat
antara lain supaya dibentuk
badan-badan yang memotivasi rakyat menjadi tenaga sukarela, melalui kerja
sama dengan bupati, wedana, camat dan kepala
desa untuk pengerahan tenaga kerja (buruh) sekarela diperusahaan-perusahaan bala tentara Jepang.
desa untuk pengerahan tenaga kerja (buruh) sekarela diperusahaan-perusahaan bala tentara Jepang.
Namun dalam pelaksanaannya persyaratan yang disampaikan
oleh Chuo Sangi In itu diabaikan.
Pada hakikatnya mereka tidak lebih dari pekerja paksa. Seperti halnya di Yogyakarta, tepatnya di desa Timbul
Harjo, Bantul,pengerahan romusha dilakukan oleh perangkat desa dengan cara
medatangi keluarga-keluarga yang memiliki tenaga potensial untuk dijadikan romusha. Keluarga yang menolak, mereka takut-takuti
akan dikucilkan. Jika anak yang
diminta itu tidak berada dirumah, mereka biasanya mencari ke sawah dan kalau sudah ketemu dibawa secara paksa
ketempat pengerahan
Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampung
halamannya, ternyata romusha
mendapat fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena
memang tidak ada perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan
menjadi tenaga kerja paksa dan
buruh yang diberi upah selayaknya.Sebelum penyerahan Belanda kepada Jepang
tanggal 8 Maret 1942, Jepang
telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban
moral.
telah memperhitungkan bahwa Pulau Jawa akan mampu menyediakan tenaga manusia dalam jumlah yang memadai untuk memenangkan perang. Perhitungan itu didasarkan atas kenyataan bahwa jumlah penduduk di Pulau Jawa sangat banyak, ditambah lagi dengan pertumbuhannya yang begitu pesat. Sehingga Jepang tidak bakal mengalami kesulitan dalam hal kebutuhan tenaga kerja romusha, karena disamping itu jumlah persediaan manusia cukup juga biaya murah. Tenaga diambil secara paksa, dan tidak perlu banyak pengeluaran biaya baik untuk makan maupun pengobatan. Begitu pula untuk mencari pengganti bagi tenaga romusha yang mati, karena di Jawa terdapat persediaan manusia cukup banyak. Berdasarkan pola pemikiran itulah maka Jepang denga leluasa memanfaatkan tenaga manusia yang ada di Pulau Jawa dan dengan matinya beribu-ribu romusha seakan-akan tidak menjadi beban
moral.
Mereka meninggal karena kekurangan makan, kelelahan,
malaria dan terjangkit penyakit.
Selain itu juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi
kemanusiaan. Dibarak-barak romusha
tidak tersedia perawatan dan tenaga kesehatan. Seakan-akan telah menjadi rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat
bekerja maka akan mati.
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Sebagai mana alam pemikiran jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
Para tenaga kerja yang disebut romusha atau jepang menyebutnya
prajutit pekerja, diperlukan
untuk membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan, gudang senjata, jalan raya dan lapangan
udara. Selain itu, mereka
diperkejakan di pabrik-pabrik seperti pabrik garam dan pabrik kayu di Surabaya dan di Sumatera Selatan, mereka
diperkejakan di pabrik pembuatan
dinamit di Talangbetutu atau dipertambangan batu bara serta penyulingan minyak. Mereka diperkejakan pula
dipelabuhan- pelabuhan antara lain
memuat dan membongkar barang-barang dari kapal-kapal. Bahkan di desa Gendeng, dekat Badug, Yohyakarta misalnya
romusha menanam sayuran dan
palawija guna memenuhi kebutuhan makan Jepang dan romusha
itu sendiri.
itu sendiri.
Pada umumnya mereka diperdapat di desa-desa, terdiri
dari pemuda petani dan penganggur. Pulau
Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya memungkinkan pengerahan tenaga tersebut secara besar-besaran. Pada mulanya tugas-tugas yang dilakukan bersifat sukarela
dan pengerahan tenaga tersebut
tidak begitu sukar dilakukan, karena orang masih terpengaruh propaganda “ intik kemakmuran bersama
Asia Timur Raya. Bahkan, dibeberapa
kota terdapat barisan-barisan romusha untuk bekerjaditempat-tempat dan pada
waktu-waktu tertentu. Misalnya, dalam bulan September 1944 sejumlah 500 orang romusha sukarela, yang terdiri dari pegawai tinggi dan menengah serta golongan terpelajar
di bawah pimpinan Ir Soekarno
berangkat dari kantor besar Jawa Hokokai dengan berjalan kaki ke stasiun tanah abang, Jakarta diiringi orkes
suling Maluku. Di antara mereka
juga terdapat pula orang Cina, Arab, dan India. Rombongan diikuti pula oleh anggota yang sudah berumur 60
tahun, sehingga Soekarno memuji
mereka sebagai masih kuat seperti orang muda.
Lama-kelamaan karena kebutuhan yang terus meningkat di
seluruh Asia Tenggara, pengerahan
tenaga yang bersifat sukarela seperti yang telah diteladani oleh Soekarno itu, berubah manjadi
paksaan. Pemerintah
Tentara Ke-16 membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan romusha secara besar-besaran pada tahun 1944. Badan ini disebut Romukyoku
Tentara Ke-16 membentuk suatu badan kusus yang melaksanakan pengerahan romusha secara besar-besaran pada tahun 1944. Badan ini disebut Romukyoku
Romukyoku membuat peraturan sebagai berikut : orang
atau badan yang membutuhkan tenaga
romusha lebih dari 30 orang diharuskan mengajukan permohonan kepada kepala daerah setempat. Sipemohon,
baik orang maupun badan, harus
memiliki perusahaan atau pabrik yang bermanfaat untuk kepentingan perang. Bahkan, banyak di antara petugas
pengerahan romushabersikap curang, seperti mencoret nama yang sudah terdaftar
dan menggantikan dengan nama lain
karena menerima suap sejumlah uang. Sebaliknya,
ada pula kepala desa yang menunjuk seorang yang menjadi romusha sebagai tindakan balas dendam atau rasa tidak
suka. Dengan uang pula, seseorang
yang sudah terdaftar sebagai romusha dapat menunjuk
orang lain sebagai penggantinya.
orang lain sebagai penggantinya.
Romusha yang diperkejakan di proyek-proyek, antara lain
pembuatan jalan, jembatan, barak-barak
militer, berlangsung selama satu sampai tiga bulan. Lebih dari tiga bulan merupakan masa kerja
romusha yang diperkejakan di proyek-proyek diluar
keresidenan mereka. Tidak hanya keluar
Jawa, bahkan eomusha dikirim ke luar Indonesia, seperti Birma, Muang, Tgai, Vietnam dan Malaysia.
Tidak sesuai dengan usul yang disampaikan oleh anggota
Chuo Sangi In agar para romusha
diperlakukan secara layak, ternyata mereka diperlakukan sangat buruk. Sejak pagi buta sampai petang hari mereka dipaksa
melakukan pekerjaan kasar tanpa makan dan perawatan cukup, membuat kondisi fisik mereka menjadi sangat lemah dan
mereka gampir tidak punya sisa
kekuatan. Jika ada diantara mereka yang beristirahat sekalipun hanya sebentar, hal itu akan mengundang
maki-makian dan pukulan-pukulan
dari pengawas mereka orang Jepang. Hanya pada malam hari mereka berkesempatan melepaskan lelah. Dalam keadaan
demikian, mereka tidak punya daya
tahan lagi terhadap penyakit. Karena tidak sempat memasak
air minum, sedangkan buang air di sembarang tempat, berjangkitnya wabah disentri, karena tidak dapat
menghindari diri dari serangan
nyamuk, banyak diantara mereka yang diserang malaria.
0 komentar:
Posting Komentar