Home » » makalah KH. AHMAD DAHLAN

makalah KH. AHMAD DAHLAN

Written By Husaini on Sabtu, 02 Mei 2015 | 12.55

Makalah Perkrmbangan Pemikiran Modern Dalam Islam II

KH. AHMAD DAHLAN
DI
S
U
S
U
N
OLEH
HUSAINI (511201716)
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Misri A Muchsin M.Ag
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Modern Dalam Islam II
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
Fakultas Adab Dan Humaniora
Jurusan Adab Sejarah Dan kebudayaan


Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

  
Banda Aceh, 03 May 2015


            Husaini
Nim. 511202716
                                                                                                           

Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
    A.    Latar Belakang
Bab II Pembahasan
    A.     Biografi KH. Ahmad Dahlan
    B.     Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
1.      Faktor Subyektif
2.      Faktor Obyektif
3.      Faktor Obyektif Yang Bersifat Internal
4.      Faktor Obyektif Yang Bersifat Ekternal
5.      Tujuan Berdirinya Muhammadiyah
    C.     Pola Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
1.      Pemikiran Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan
    D.    Tokoh-tokoh Muhammadiyah
Bab III Penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka



BAB I
PEMBAHASAN
    A.    Latar Belakang
K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan tanggal 1 Agustus 1868 di Kauman Yogyakarta dan wafat tanggal 23 Februari 1923. Nama kecilnya adalah Muhammad Darwis. Ayahnya bernama KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan ibunya Siti Aminah (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Permulaan pendidikan Muhammad Darwis adalah memperoleh pengajaran dan pendidikan membaca (mengaji) al-Qura’an dari ayahnya, K.H. Abu Bakar di rumah sendiri, dan pada usia 8 tahun di sudah lancar dan tamat membaca al-Qur’an. Seiring dengan perkembangn usia yang semakin bertambah, M. Darwis yang sudah tambah remaja mulai belajar agama Islam tingkat lanjut. Tidak sekedar membaca al-Qur’an, dia jug belajar fiqih dari K.H. M. Soleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin.
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia setelah NU. Pendidikan telah menjadi “trade-merk” gerakan Muhammadiyah, besarnya jumlah lembaga pendidikan merupakan bukti konkrit peran penting Muhammadiyah dalam proses pemberdayaan umat Islam dan pencerdasan bangsa. Dalam konteks ini Muhammadiyah tidak hanya berhasil mengentaskan bangsa Indonesia dan umat islam dari kebodohan dan penindasan, tetapi juga menawarkan suatu model pembaharuan sistem pendidikan “modern” yang telah terjaga identitas dan kelangsungannya.
Diskusi tentang pendidikan Muhammadiyah sebagai salah satu pembaharuan pendidikan islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pemikiran para pendirinya. Salah satu tokoh pendidikan Muhammadiyah yang paling menonjol adalah K.H. Ahmad Dahlan. Oleh karenanya penulis akan membahas makalah yang berjudul “Tokoh Pendidikan Islam K.H Ahmad Dahlan”. 


BAB II
PEMBAHASAN
     A.    Biogfari KH. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.[1]
Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.


   B.     Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Ada beberapa faktor berdirinya Muhammadiyah, diantaranya sebagai berikut :
   1.      Faktor Subyektif
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KH Ahmad. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. Ahmad  Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat.
Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104:
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
   2.      Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.

   3.      Faktor obyektif yang bersifat internal 
  a.      Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia.
  b.      Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”.

   4.      Faktor obyektif yang bersifat eksternal
   a.      Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
   b.      Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia.
   c.       Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam..

      5.      Tujuan berdirinya Muhammadiyah
Tujuan dari berdirinya organisasi ini ialah mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam, serta berusaha dengan segala kebijaksanaan supaya kehendak dan peraturan islam berlaku dalam masyarakat. Rumusan tujuan ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Desenber 1950.
Setelah organisasi ini berdiri, sekolah yang didirikan semakin banyak, karena pendirian sekolah dan madrasah menjadi prioritas dalam setiap gerakan Muhammadiyah. Oleh karena itu, di mana ada cabang perkumpulan organisasi ini dipastikan terdapat sekolah atau Madrasah Muhammadiyah. Hal ini dimungkinkan karena kalangan pendukung Muhammadiyah kebanyakan berasal dari kaum pedagang dan pegawai di wilayah perkotaan sehingga mudah untuk dikoordinasikan.[2]

      C.     Pola Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Pemikiran atau ide-ide K.H. Ahmad Dahlan tertuang dalam gerakan Muhammadiyah yang ia dirikan pada tanggal 18 Nopember 1912. Organisasi ini mempunyai karekter sebagai gerakan sosial keagamaan. Titik tekan perjuangannya mula-mula adalah pemurnian ajaran Islam dan bidang pendidikan. Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam upaya pemberantasan bid’ah, khurafat dan tahayul. Ide pembaruannya menyetuh aqidah dan syariat, misalnya tentang uapcara kematian talqin, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, menziarahi kuburan yang dikeramatkan, memberikan makanan sesajen kepada pohon-pohon besar, jembatan, rumah angker dan sebagainya, yang secara terminologi agama tidak dikenal dalam Islam.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”( Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah)[3]
Bahkan hal tersebut sangat bertentangan dengan Islam, sebab dapat mendorong timbulnya kepercayaan syirik dan merusak aqidah Islam. Inti gerakan pemurnian ajaran Islam seperti pendahulunya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab cukup bergema. K.H. Ahmad Dahlan dan pengikutnya teguh pendirian dalam upaya menegakkan ajaran Islam yang murni sesuai al-Qur’an dan Hadis, mengagungkan ijtihad intelektual bila sumber-sumber hukum yang lebih tinggi tidak bisa digunakan, termasuk juga menghilangkan taklid dalam praktik fiqih dan menegakkan amal ma’ruf nahi munkar.
1    Pemikiran Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan
Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan yang ada di Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Karena itu Dahlan merentaskan beberapa pandangannya mengenai pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain:
a.       Pendidikan Integralistik
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:
1. Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci;
2.  Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;
3. Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Pribadi K.H. Ahmad Dahlan  adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.

Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik.  Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.
1.      Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-madrasah Pendidikan Agama
Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian dengan gagasan dan prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional. Metode yang ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H. Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta, lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:
  1. Baik budi, alim dalam agama
  2. Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)
  3. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya

2.      Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda
Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya pesantrennya yang kental. Dengan contoh metode dan system pendidikan baru yang diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharpakan lahirlah kader-kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi dan melanjutkannya di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai instrument yang efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan merupakan unsur penting  berkat bantuan istri dan koleganya sehingga terbentuklah Aisyiah . di tempat-tempat tertentu, dibukalah masjid-masjid khusus bagi kaum perempuan, seseuatu yang jarang ditemukan di Negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk gerakan pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Watan.[4]


   D.    Toko-tokoh Muhammadiyah
1. KH. Ahmad Dahlan
2.  KH. Ibrahim
3. KH. Mas Mansyur
5.  AR. Sutan Mansur
6.  KH. Ahmad Badawi
7. KH. Faqih Usman
8.  KH. AR. Fachruddin
9.  Prof. Dr. H. Amien Rais

BAB III
PENUTUP
  Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan yang sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia ini.
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan kemasyarakatan.


Daftar Pustaka
Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House, 2009), hal.56.
Soedja, Muhammad, 1993. Cerita  tentang kyiai haji Ahmad Dahlan,  Jakarta: Rhineka Cipta
Amir Hamzah Wirjosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, Jember: Mutiara Offset
Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia[1] Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising House, 2009), hal.56.
[2] See more at: http://sunrisebw.blogspot.com/2014/05/tokoh-pendidikan-islam-kh-ahmad-dahlan.html#sthash.ixIusf7f.dpuf
[4] Soedja, Muhammad, 1993. Cerita  tentang kyiai haji Ahmad Dahlan,  Jakarta: Rhineka Cipta

Share this article :

1 komentar:



 
Support : Your Link
Copyright © 2013. Gudang Ilmu - All Rights Reserved
Share by BIT Templates | CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger