Makalah Perkrmbangan Pemikiran Modern Dalam Islam II
KH.
AHMAD DAHLAN
DI
S
U
S
U
N
OLEH
HUSAINI
(511201716)
Dosen
Pembimbing
Prof.
Dr. Misri A Muchsin M.Ag
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Modern Dalam Islam II
Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh
Fakultas
Adab Dan Humaniora
Jurusan
Adab Sejarah Dan kebudayaan
Kata
Pengantar
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam administrasi pendidikan.
Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Banda Aceh, 03 May
2015
Husaini
Nim. 511202716
Daftar
Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Bab II Pembahasan
A. Biografi KH. Ahmad Dahlan
B. Latar
Belakang Berdirinya Muhammadiyah
1. Faktor
Subyektif
2. Faktor
Obyektif
3. Faktor
Obyektif Yang Bersifat Internal
4. Faktor
Obyektif Yang Bersifat Ekternal
5. Tujuan
Berdirinya Muhammadiyah
C. Pola
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
1. Pemikiran
Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan
D. Tokoh-tokoh
Muhammadiyah
Bab III Penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB
I
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang
K.H.
Ahmad Dahlan dilahirkan tanggal 1 Agustus 1868 di Kauman Yogyakarta dan wafat
tanggal 23 Februari 1923. Nama kecilnya adalah Muhammad Darwis. Ayahnya bernama
KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan
Yogyakarta) dan ibunya Siti Aminah (puteri dari H. Ibrahim yang menjabat
sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh
bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Permulaan
pendidikan Muhammad Darwis adalah memperoleh pengajaran dan pendidikan membaca
(mengaji) al-Qura’an dari ayahnya, K.H. Abu Bakar di rumah sendiri, dan pada
usia 8 tahun di sudah lancar dan tamat membaca al-Qur’an. Seiring dengan
perkembangn usia yang semakin bertambah, M. Darwis yang sudah tambah remaja
mulai belajar agama Islam tingkat lanjut. Tidak sekedar membaca al-Qur’an, dia
jug belajar fiqih dari K.H. M. Soleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin.
Muhammadiyah merupakan
organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia setelah NU. Pendidikan telah
menjadi “trade-merk” gerakan Muhammadiyah, besarnya jumlah lembaga pendidikan
merupakan bukti konkrit peran penting Muhammadiyah dalam proses pemberdayaan
umat Islam dan pencerdasan bangsa. Dalam konteks ini Muhammadiyah tidak
hanya berhasil mengentaskan bangsa Indonesia dan umat islam dari kebodohan dan
penindasan, tetapi juga menawarkan suatu model pembaharuan sistem pendidikan
“modern” yang telah terjaga identitas dan kelangsungannya.
Diskusi tentang pendidikan
Muhammadiyah sebagai salah satu pembaharuan pendidikan islam di Indonesia
tidak dapat dilepaskan dari pemikiran para pendirinya. Salah satu tokoh
pendidikan Muhammadiyah yang paling menonjol adalah K.H. Ahmad Dahlan. Oleh
karenanya penulis akan membahas makalah yang berjudul “Tokoh Pendidikan
Islam K.H Ahmad Dahlan”.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Biogfari
KH. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir
di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji
dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai
berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad
Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903,
ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia
sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH.
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,
Yogyakarta.
Pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo -
organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau
memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang
diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para
anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri
yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional
yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia.[1]
Saran itu kemudian ditindaklanjuti
Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah
pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha
memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
B. Latar
Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Ada beberapa faktor berdirinya Muhammadiyah,
diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor
Subyektif
Faktor
Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor
penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KH
Ahmad. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan
mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. Ahmad
Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah
sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad
ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh
ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat.
Sikap
seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran
ayat 104:
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami
seruan diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah
perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya
berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di
tengah masyarakat kita.
2.
Faktor
Obyektif
Ada
beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya
Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu
faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam
Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu
faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
3.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a.
Ketidakmurnian
amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai
satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia.
b.
Lembaga
pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap
mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”.
4.
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a.
Semakin
meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
b.
Penetrasi
Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia.
c.
Pengaruh
dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam..
5.
Tujuan
berdirinya Muhammadiyah
Tujuan dari berdirinya organisasi
ini ialah mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran,
menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf,
mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha
ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam,
serta berusaha dengan segala kebijaksanaan supaya kehendak dan peraturan islam
berlaku dalam masyarakat. Rumusan tujuan ini sesuai dengan apa yang tertulis
dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Desenber 1950.
Setelah organisasi ini berdiri,
sekolah yang didirikan semakin banyak, karena pendirian sekolah dan madrasah
menjadi prioritas dalam setiap gerakan Muhammadiyah. Oleh karena itu, di mana
ada cabang perkumpulan organisasi ini dipastikan terdapat sekolah atau Madrasah
Muhammadiyah. Hal ini dimungkinkan karena kalangan pendukung Muhammadiyah
kebanyakan berasal dari kaum pedagang dan pegawai di wilayah perkotaan sehingga
mudah untuk dikoordinasikan.[2]
C.
Pola Pemikiran KH. Ahmad Dahlan
Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad
Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat
Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta
keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda
yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Pemikiran atau ide-ide K.H. Ahmad
Dahlan tertuang dalam gerakan Muhammadiyah yang ia dirikan pada tanggal 18
Nopember 1912. Organisasi ini mempunyai karekter sebagai gerakan sosial
keagamaan. Titik tekan perjuangannya mula-mula adalah pemurnian ajaran Islam
dan bidang pendidikan. Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam upaya
pemberantasan bid’ah, khurafat dan tahayul. Ide pembaruannya menyetuh aqidah
dan syariat, misalnya tentang uapcara kematian talqin, upacara perkawinan,
kehamilan, sunatan, menziarahi kuburan yang dikeramatkan, memberikan makanan
sesajen kepada pohon-pohon besar, jembatan, rumah angker dan sebagainya, yang
secara terminologi agama tidak dikenal dalam Islam.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya
strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis
menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang,
Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan
mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya
tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai
sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”( Jadilah
manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah)[3]
Bahkan hal tersebut sangat
bertentangan dengan Islam, sebab dapat mendorong timbulnya kepercayaan syirik
dan merusak aqidah Islam. Inti gerakan pemurnian ajaran Islam seperti
pendahulunya, Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab cukup bergema. K.H.
Ahmad Dahlan dan pengikutnya teguh pendirian dalam upaya menegakkan ajaran
Islam yang murni sesuai al-Qur’an dan Hadis, mengagungkan ijtihad intelektual
bila sumber-sumber hukum yang lebih tinggi tidak bisa digunakan, termasuk juga
menghilangkan taklid dalam praktik fiqih dan menegakkan amal ma’ruf nahi
munkar.
1 Pemikiran
Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan
Dahlan merasa tidak puas dengan system
dan praktik pendidikan yang ada di Indonesia saat itu, dibuktikan dengan
pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang
baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Karena
itu Dahlan merentaskan beberapa pandangannya mengenai pendidikan dalam bentuk
pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain:
a.
Pendidikan Integralistik
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah
tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan
cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri
bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak merujuk pada
bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir
beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena
menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci
melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang
menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:
1. Pengetahuan tertinggi adalah
pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan
terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali
dengan di dasari hati yang suci;
2.
Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia;
3. Ilmu mantiq atau logika adalah
pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika
manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Pribadi K.H. Ahmad Dahlan
adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir
Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia
membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri,
menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.
Dalam konteks pencarian pendidikan
integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul
Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama
Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti
sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan,
sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya
madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang sama, belakangan
ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan.
Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore
hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.
1. Mengadopsi Substansi dan Metodologi
Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-madrasah Pendidikan Agama
Yaitu
mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan
Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian dengan
gagasan dan prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang
dianggap baru saat itu ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah
tradisional. Metode yang ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan
modern Barat dengan tradisional. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang
didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola
oleh masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H. Ahmad Dahlan mula-mula
mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta, lalu sekolah
menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi bibit
madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan,
tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun
Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum
pendidikan Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:
- Baik budi, alim dalam agama
- Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)
- Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya
2. Memberi Muatan Pengajaran Islam pada
Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda
Sekolah Muhammadiyah mempertahankan
dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda dengan
sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya pesantrennya yang kental.
Dengan contoh metode dan system pendidikan baru yang diberikannya. K.H. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi
sekolah keagamaan tradisional.
Untuk meningkatkan kualitas
pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Muallimin dan Muallimat,
Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharpakan lahirlah kader-kader
Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi ujung
tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi dan
melanjutkannya di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan
moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai instrument yang
efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan merupakan unsur
penting berkat bantuan istri dan koleganya sehingga terbentuklah Aisyiah
. di tempat-tempat tertentu, dibukalah masjid-masjid khusus bagi kaum
perempuan, seseuatu yang jarang ditemukan di Negara-negara Islam lain bahkan
hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk gerakan pramuka Muhammadiyah
yang diberi nama Hizbul Watan.[4]
D. Toko-tokoh
Muhammadiyah
1. KH. Ahmad Dahlan
2. KH.
Ibrahim
3. KH. Mas
Mansyur
5. AR.
Sutan Mansur
6. KH.
Ahmad Badawi
7. KH. Faqih
Usman
8. KH.
AR. Fachruddin
9. Prof.
Dr. H. Amien Rais
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat
menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan
yang sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia ini.
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad
Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Sebelum
mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari
perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian
berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan
pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan
Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam,
memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong,
mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar
menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan
kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah
membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula
bersistem pesantren menjadi sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal
tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah. Meskipun
demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak,
pendidikan individu dan pendidikan kemasyarakatan.
Daftar
Pustaka
Junus
salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising
House, 2009), hal.56.
See more at: http://sunrisebw.blogspot.com/2014/05/tokoh-pendidikan-islam-kh-ahmad-dahlan.html#sthash.ixIusf7f.dpuf
Soedja, Muhammad,
1993. Cerita tentang kyiai haji Ahmad
Dahlan, Jakarta: Rhineka Cipta
Amir
Hamzah Wirjosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, Jember:
Mutiara Offset
Ramayulis
dan Samsul Nizar, 2009, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia[1]
Junus
salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Tangerang: Al-Wasat Publising
House, 2009), hal.56.
ijin copas
BalasHapus